Senin, 28 Juni 2010

LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR KOLON


A. Pengertian
Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign) (Brooker, 2001).
Tumor kolon adalah tumor yang berada di dalam kolon.
B. Etiologi
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di daerah leher antara lain adalah hygroma colli, kista branchial, kista ductus thyroglosus.
2. Genetik
3. Gender / jenis kelamin
4. Usia
5. Rangsangan fisik berulang
Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang dalam waktu yang lama merupakan rangsangan yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker pada bagian tubuh tersebut, karena luka atau cedera pada tempat tersebut tidak sempat sembuh dengan sempurna.
6. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti payudara, rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).
7. Infeksi
8. Gaya hidup
9. Karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
Zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan kanker paru pada perokok dan perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja menghirup asap rokok orang lain) dalam jangka waktu yang lama.Bahan kimia untuk industri serta asap yang mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker.
Beberapa virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker atau virus onkogenik. Sinar ultra-violet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar radio aktif sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat menimbulkan kanker kulit dan leukemia.
C. Patofisiologi
Kelainan congenital, Genetic, Gender / jenis kelamin, Usia, Rangsangan fisik berulang, Hormon, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991).
Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan pembelahan).
D. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah.
Ada tujuh gejala yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter untuk memastikan ada atau tidaknya kanker, yaitu :
1. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan.
2. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
3. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh.
4. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, mejadi makin besar dan gatal.
6. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh.
7. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.
E. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik paling penting untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium, proktosigmoidoskopi, dan kolonoskopi. Sebanyak 60% dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi dengan biopsi atau apusan sitologi.
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun antigen karsinoembrionik mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA. Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen darah dapat diberikan.Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif. Metode pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi Duke:
a. Kelas A – tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosa
b. Kelas B – penetrasi melalui dinding usus
c. Kelas C – Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional
d. Kelas D – metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi.Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/ Levamesole. Pasien dengan kanker rektal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil tumor, mencapai hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna.
Alat radiasi intrakavitas yang dapat diimplantasikan dapat digunakan.Data paling baru menunjukkan adanya pelambatan periode kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang mendapat beberapa bentuk terapi ajufan.
2. Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebnayakan kanker kolon dan rektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi. Laser Nd: YAG telah terbukti efektif pada beberapa lesi. Reseksi usus diindikasikan ntuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker koon kelas D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993) :
a. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi)
d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat direseksi)
H. Proses Keperawatan Tumor Kolon
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah; adanya nyeri abdomen atau rektal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengang makan atau defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus. Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasi mencakup masukan lemak dan/ atau serat serta jumlah konsumsi alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
Pengkajian objektif adalah mencakup auskultasi abdomen terhadap bisisng usus dan palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat. Spesimen feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
c. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
d. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks, hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.
e. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker), ketidakberdayaan.
f. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

3. Intervensi dan Implementasi
a. Diagnosa I:
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :- klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.
- klien mampu mempertahankan penampilan peran.
- klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi :
 Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R : memudahkan intervensi.
 Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
 Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
 Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
 Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
 Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
 Ø Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
 Ø Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

b. Diagnosa II:
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
Intervensi :
 Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya.
R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
 Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
 Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan.
 Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan berarti dalam diri pasien.

c. Diagnosa III:
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil : - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang.
- mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping yang efektif.
- menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
- berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Ø Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
R : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
Ø Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
R : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya, memudahkan intervensi
Ø Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang realitas.
R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada saat ini.
Ø Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
Ø Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi kecemasan.

d. Diagnosa IV:
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil : - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.
Intervensi:
Ø Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
Ø Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota keluarga.

e. Diagnosa V:
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil : - mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
- menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi:
Ø Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
Ø Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
Ø Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.

f. Diagnosa VI :
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang.
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi:
Ø Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Ø Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ø Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ø Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Ø Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.


DAFTAR PUSTAKA


Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Robin S.L. dan Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : EGC.
Tjakra, Ahmad. 1991. Patologi. Jakarta : Bagian Patologi FKUI
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.












Patofisiologi dan Masalah Keperawatan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar